بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه
ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن
يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.
أما بعد : فإن أصدق الحديث كتاب الله وخير الهدي هدي محمد وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة
في النار .
الله اكبر الله اكبر لاإله إلا الله والله اكبر ، الله اكبر
ولله الحمد !
‘Aaidiin wal ‘Aaidaat Rohimakumullah !
Segala kebaikan kita sandarkan hanya pada Allah U dan segala kejelekan hanya berpulang
kepada amal perbuatan kita semua sebagai hamba Allah yang penuh dengan
kelemahan dan kealpaan.
Allah I berfirman : “Semua kebaikan yang engkau
peroleh berasal dari Allah, dan semua kejelekan yang menimpamu, Maka dari dirimu sendiri.” (an-Nisaa`/04:79)
Firman
Allah I
tersebut menggambarkan betapa kita wajib bersyukur kepada Allah I apabila senantiasa berada di atas kebaikan. Dan begitu juga kita
wajib koreksi diri dan introspeksi diri apabila kita begitu mudah terjatuh
dalam kejelekan-kejelekan.
Allah U berfirman dalam Hadits Qudsi :
(( ؛ فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدْ
اللَّهَ، وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ ))
“Barangsiapa
yang mendapati kebaikan pada dirinya,
maka hendaklah ia memuji Allah dan barangsiapa yang mendapati selain itu
(kejelekan) pada dirinya maka janganlah dia mencela kecuali terhadap dirinya
sendiri.” [Hadits Shohih Riwayat
Muslim dalam kitab Hadits Arba’in
an-Nawawiyah hadits nomor 24].
‘Aaidiin wal ‘Aaidaat yang berbahagia !
Demikian juga dengan realita umat Islam hari ini,
jika realita mereka baik maka semua itu karena karunia dan taufik dari Allah Y semata dan jika realita mereka itu jelek maka
semua itu karena I’tiqod (keyakinan) dan amaaliyah mereka yang jelek.
Dan kita tidak bisa mengingkari realita jeleknya keadaan umat Islam hari ini. Oleh karena itulah Syaikh
Abu Usaamah Salim bin ‘Ied al-Hilaaly -حفظه الله تعالى- berkata: “Realita umat Islam hari ini berada dalam dua
keadaan. Pertama, Keadaan Wahn (lemah), dan kedua, keadaan Dakhon
(Kena Asap atau diasapi atau tercemari)” (Baca : Limaadzaa Ikhtartu
al-Manhaja as-Salafiya hal.7 &13).
Keadaan Pertama Adalah KEADAAN LEMAH (حَلَــــةُ الْـــــوَهْنِ)
Dalilnya adalah ;
عَنْ ثَوْباَنَ قَالَ : قََالَ رَسُوْلُ الله : (( يُوْشِكُ الأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ
كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا)) فَقَالَ قَائِلٌ : وَمِنْ قِلَّةٍ
نَحْنُ يَوْمَئِدٍ؟ قَالَ : (( بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِدٍ كَثِيْرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ
السَّيْلِ وَلَيَنْزِعنَّ الله ُ مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ
وَلَيَقْذِفَنَّ الله ُ فِي قُلُوْبِكُمْ الْوَهْنَ )) فَقَالَ قَائِلٌ : ياَ رَسُوْلَ
اللهِ، وَمَا الْوَهْنُ؟ قَالَ : (( حُبُّ الدُّنْيَا وَكرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. ))
Dari
Tsauban t , (dia) berkata: “Rasulullah
r
telah bersabda: ‘Ummat-ummat hampir saja mengerumuni kalian sebagaimana
orang-orang yang kelaparan mengerumuni sebuah hidangan (lezat).’ Lalu seseorang
bertanya : ‘Apakah kami ketika itu sedikit?’ Rasulullah r menjawab :
‘Justru kalian ketika itu berjumlah banyak. Akan tetapi keadaan kalian seperti
buih di tengah lautan. Allah I
benar-benar mencabut kehebatan kalian dari dada-dada musuh kalian dan Allah I lemparkan ke dalam hati-hati kalian sifat Wahn.’
Lalu orang tersebut bertanya lagi : ‘Wahai Rasulullah apakah Wahn itu?’ Rasulullah r menjawab : ‘(Wahn) adalah cinta dunia dan takut
mati.’” [Hadits Shohih Riwayat Abu Dawud (4297), Ahmad (23037), dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul `Auliya
(I/182)]
Syarah (Penjelasan) Hadist di atas,
Yang
dimaksud dengan Umat-umat adalah Firqoh-firqoh Kufur dan umat-umat sesat.
Yang
dimaksud ( أَنْ تَدَاعَى
عَلَيْكُمْ ) adalah sebagian mereka menyeru kepada
sebagian yang lain untuk memerangi kalian, mematahkan kekuatan kalian dan
merampas semua negeri dan harta yang kalian miliki.
Imam Mulla
‘Aly al-Qoori -Rohimahullahu Ta’aala- berkata : “Orang-orang
kelaparan itu mengambil hidangan lezat dengan tanpa ada yang melarang dan menghalanginya
lalu mereka menyantapnya dengan semaunya sendiri dan bebas sebagaimana mereka
mengambil semua yang ada pada kalian
dengan tanpa susah payah meraihnya atau dengan tanpa bahaya yang menyertainya
dan atau dengan tanpa kesulitan yanng menghalanginya.” (Baca : ‘Aunul Ma’bud
[6/11/272-273])
Yang
dimaksud dengan “Justru kalian waktu itu berjumlah banyak” adalah sesungguhnya
jumlah banyak tidak mencukupi sedikitpun bagi ummat Islam apabila mereka
semata-mata menyandarkan kepada kuantitas dengan tanpa kualitas. Oleh
karena itu Allah I di dalam
al-Qur`an mencela semata-mata mengandalkan kualitas (berumlah banyak),
diantaranya :
“Dan jika kamu menaati
kebanyakan orang di muka bumi (maka) mereka akan menyesatkanmu dari jalan
Allah”. ( al-An’aam/06:116)“Apakah kamu menyangka bahwasanya
kebanyakan mereka mendengar atau berakal (?) Mereka hanyalah seperti binatang
ternak, bahkan mereka yang paling sesat jalannya.”
( al-Furqon/25:44)
Bahkan justru sebaliknya. Didalam al-Qur`an banyak
sekali Allah I memuji jumlah
yang sedikit, diantaranya :
“Berapa banyak olongan yang sedikit telah
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah”. (al-Baqoroh/02:249)
“Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang bersyukur” . (Saba`/34:13)
Kesimpulannya : Sesungguhnya yang terpuji adalah orang
yang mempunyai sifat yang baik meskipun sedikit. Maka jika mereka berjumlah
banyak berarti cahaya diatas cahaya. Dan sesungguhnya yang tercela adalah orang
yang mempunyai sifat yang jelek, meskipun berjumlah banyak. Maka jika sedikit
berarti kerendahan demi kerendahan yang menghinakan. (Baca : al-Arba’uuna
Haditsan fit Tarbiyah wal Manhaj hal.76)
Adapun yang
dimaksud dengan keadaan kalian seperti buih di lautan adalah karena kecil
(sedikitnya) keberanian kalian dan rendahnya kadar kalian. Maksud kata ( الْمَهَــابَةَ ) yaitu rasa takut pada diri musuh kalian.” (Baca : ‘Aunul Ma’bud
[6/11/272-273])
Di dalam Kitab Musnad Ahmad
ketika ditanya maksud kata Wahn, maka Rasulullah r menjawab:
(( حُبُّ الْحَيَاةِ وَكرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. ))
“Cinta kehidupan dan takut mati.”
‘Aaidiin wal ‘Aaidaat Rohimakumullah !
Berdasarkan hadits Tsauban t jelaslah bahwa
penyakit Wahn sebabnya karena dua hal; pertama, Hubbud Dun-ya
(Cinta Dunia) atau Hubbul Hayaat (Cinta Kehidupan), dan Kedua, Karoohiyatul
Maut (Takut Mati).
Permasalahannya adalah benarkah cinta dunia dan penghidupan serta
takut mati itu mutlaq salah dan terlarang? Jika benar lalu bagaimanakah
solusi dan jalan keluarnya?
Dalam hal ini mari kita kaji masalah ini dengan memperhatikan uraian dari
Syaikh Doktor ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad as-Sadhan -حفظه الله تعالى - di dalam kitabnya Arba’uuna Haditsan fiit tarbiyyah wal
Manhaj :
فِيْهِ : أَنَّ مَحَبَّةَ الدُّنْيَا لَيْسَتْ مَذْمُوْمَةً إِلاَّ إِذَا تَرَتَّبَ عَلَيْهَا
ضَيَاعُ أَمْرِ الأَخِرَةِ فَهِيَ حِيْنَئِذٍ مَحَبَّةٌ مَذْمُوْمَةٌ تَزِيْدُ صَاحِبَها
مِنْ الشَّرِّ قُرْبًا وَعَنْ الْخَيْرِ بُعْدًا.
“Faidah di
dalam hadits tersebut adalah; sesungguhnya cinta dunia tidak mesti tercela
kecuali apabila mengakibatkan disia-siakannya urusan akhirat maka ketika itu
dia adalah kecintaan yang tercela karena menjadikan pelakunya bertambah dekat
dengan kejelekan dan bertambah jauh dari kebaikan.”
Lalu Syaikh
as-Sadhan -حفظه الله تعالى-
melanjutkan uraiannya;
فِيْهِ : أَنَّ كَرَاهِيَةَ الْمَوْتِ لَيْسَتْ مَذْمُوْمَةً
إِلاَّ إِذَا تَرَتَّبَ عَلَيْهَا الْحَسَرَةُ عَلَى فَوَاتِ مَلَذَّاتِ الدُّنْيَا
مَعَ إِهْمَالٍ لِأَمْرِ الْأَخِرَةِ. فَأَمَّا مَنْ رَاعَى أَمْرَ آخِرَتِهِ وَكَرِهَ
الْمَوْتَ الْكَرَاهَةَ الْجِبِلِيَّةَ فَلاَ تَثْرِيْبَ عَلَيْهِ، كَمَا جَاءَ فِي
الْحَدِيْثِ الْقُدْسِيِّ : (( يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ )) [أخرجه
البخاري من حديث أبي هريرة[.
“Faidah di
dalam hadits tersebut adalah; sesungguhnya takut mati itu tidak tercela kecuali
apabila mengakibatkan kesedihan karena terluputnya kelezatan-kelezatan dunia
serta mengabaikan urusan akhirat. Adapun orang yang menjaga urusan akhiratnya
dan takut mati dengan rasa takut Jibiliyyah (Berperangai pada umumnya),
maka tidak tercela sebagaimana telah datang di dalam Hadits Qudsi : ((
“Dia takut mati dan Aku pun takut kematian yang jelek” )) [ Hadits Shohih Riwayat
al-Bukhory, dari Sahabat Abu Huroiroh t
].( Baca : al-Arba’uuna Haditsan fiit Tarbiyyah wal Manhaj hal. 77 )
Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid -حفظه الله تعالى- mengomentari haidts ini dengan uraian;
إِنَّ
هَزِيْمَتَهَا لِأَنّهَا لَمْ تَهْتَمَّ بِالجَانِبِ الْأَصِيْلِ مِنَ الإِسْلاَمِ
وَهُوَ تَوْحِيْدُ اللهِ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى وَلَمْ تُرَبِّ الدُّعَاةَ عَلَى مَعْرِفَةِ
الْحُقُوْقِ وَأَدَاءِ الْوَجِبَاتِ فَضَعُفُوْا وَوَهَنُوْا فَصَارُوا فِي ذَيْلِ
الْقَافِلَةِ بَعْدَ أَنْ كَانُوْا سَادَتهَا وَ صَارُوْا ضِعَافًا بَعْدَ أَنْ كَانُوْا
أَقْوِياَءَ.
“Sesungguhnya serangannya adalah karena tidak antusias
dengan sisi pokok dari Islam yaitu mentauhidkan Allah I dan
mendidik para da’i agar mengetahui hak-hak dan menunaikan kewajiban-kewajibannya,
lalu mereka menjadi lemah dan melemah ( Wahn ). Maka jadilah mereka
buntut Kafilah setelah sebelumnya pernah menjadi mulia. Dan jadilah mereka
lemah setelah sebelumnya mereka pernah menjadi kuat.” ( Baca : Arba’uuna
Haditsan fid Da’wah wad Du’aat hal.81 )
‘Aaidiin wal ‘Aaidaat Rohimakumullah !
Keadaan
Kedua adalah KEADAAN KENA ASAP ATAU TERCEMARI
( حَـــــــــالَةُ الـدَّخَــــــــنِ )
Dalilnya adalah :
عَنْ حُذَيْفَةَ بِنْ الْيَمَانِ
قَالَ :
كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُوْنَ رَسُوْلَ
اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّم عَنِ الْخَيْرِ. وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَرِّ،
مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِيْ.
فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلُ اللهِ،
إِنَّا كُنَّا فِيْ جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ، فَجَاءَنَا اللهُ بِهٰذَا الْخَيْرِ، فَهَلْ
بَعْدَ هٰذَا الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟
قَالَ: (( نَعَمْ ))
.
فَقُلْتُ: وَهَلْ بَعْدَ ذَالِكَ
الشَرِّ مِنْ خَيْرٍ؟
قَالَ: (( نَعَمْ، وَفِيْهِ
دَخَنٌ. ))
قُلْتُ : وَمَا دَخَنُهُ؟
قَالَ: (( قَوْمٌ يَهْدُوْنَ
بِغَيْرِ هَدْيِيْ، تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ.
))
قُلْتُ: فَهَلْ بَعْدَ هٰذَا الْخَيْرِ
مِنْ شَرٍّ؟
قَالَ: (( نَعَمْ. دُعَاةٌ
عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ؛ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا. ))
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، صِفْهُمْ
لَنَا!
قَالَ: (( هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا
وَيَتَكَلَّمُوْنَ بِأَلْسِنَتِنَا. ))
قُلْتُ: فَمَا تَأْمُرُنِيْ إِنْ
أَدْرَكَنِيْ ذاَلِكَ؟
قَالَ: (( تَلْزَمُ جَمَاعَةَ
الْمُسْلِمِيْنَ وَإِمَامَهُمْ. ))
قُلْتُ: فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ
جَمَاعَةٌ وُلاَ إِمَامٌ؟
قَالَ:(( فَاعْتَزِلُ الْفِرَقَ
كُلَّهَا، وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍِ حَتىَّ يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ
عَلَى ذاَلِكَ.))
"Dari Hudzaifah Ibnul Yaman t (ia) berkata : ‘Orang-orang biasa
bertanya kepada Rasulullah r tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang kejelekan karena takut mendapatinya.’
Lalu aku berkata ; ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
dahulu berada dalam Jahiliyah (kebodohan) dan kejelekan, kemudian Allah mendatangkan kepada kami
dengan kebaikan ini. Lalu apakah setelah kebaikan ini ada kejelekan ?’
Beliau r bersabda :
‘Ya! Ada’.
Aku berkata lagi : ‘Dan apakah setelah kejelekan
itu ada kebaikan ?.’
Beliau r bersabda
: ‘Ya! Dan padanya ada dakhon (asap - tercemari).’
Aku kembali berkata : ‘Apakah dakhon itu ?.’
Beliau r menjawab : ‘Ada satu kaum yang memberi petunjuk bukan dengan
petunjukku. Kamu mengenal mereka dan mengingkarinya.’
Aku berkata : ‘Apakah setelah kebaikan itu ada kejelekan
lagi ?.’
Beliau r bersabda :
‘Ya! Para penyeru di atas pintu-pintu neraka Jahannam. Siapa
saja yang menyambut seruannya, niscaya melemparkannya
ke dalam api neraka Jahannam.’
Aku berkata : ‘Wahai Rasulullah! terangkan kepada kami tentang keadaan mereka!’
Beliau r bersabda : ‘Mereka
dari jenis kita
dan berbicara dengan lidah-lidah kita.’
Aku berkata : ‘Lalu apakah yang engkau
perintahkan kepadaku jika aku mendapati hal tersebut ?.’
Beliau r bersabda
: ‘Kamu harus menetapi
Jama'ah kaum Muslimin beserta imam mereka.’
Aku berkata : ‘Lalu bagaimana jika tidak ada jama'ah maupun imamnya ?’
Beliau r bersabda
: ‘Jauhilah
semua firqah, walaupun dengan menggigit akar-akar
pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau diatas hal
itu’.”
[ Hadits Shohih
Riwayat al-Bukhory no. 7084, Muslim no. 1847 ]
Berdasarkan hadits di atas
( الـدَّخَــــــــنِ ) adalah;
(( … قَوْمٌ
يَهْدُوْنَ بِغَيْرِ هَدْيِيْ تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ … ))
“… Ada satu kaum yang memberi petunjuk bukan
dengan petunjuk-ku. Kamu mengenal mereka dan mengingkarinya…”
Dalam redaksi lain, makna ( الـدَّخَــــــــنِ ) adalah;
(( …
قَوْمٌ يَسْتَنُّوْنَ بِغَيْرِ سُنَّتِيْ وَ
يَهْدُوْنَ بِغَيْرِ هَدْيِيْ تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ …
))
“… Ada satu kaum yang menetapi sunnah bukan
dengan sunnah-ku dan memberi petunjuk bukan dengan petunjuk-ku. Kamu mengenal
mereka dan mengingkarinya…”
Syaikh Salim bin ‘Ied Al
Hilali حفظه الله di dalam mengomentari hadis tersebut maka beliau menarik tiga
kesimpulan sebab – sebab terjadinya dakhon, yaitu :
Pertama, (اَلْبِدَعُ) artinya: Perkara – perkara yang baru.
Dalilnya adalah redaksi :
قَوْمٌ يَسْتَنُّوْنَ بِغَيْرِ
سُنَّتِيْ وَ يَهْدُوْنَ بِغَيْرِ هَدْيِيْ تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ
“Ada satu kaum yang menetapi sunnah bukan
dengan sunnahku dan memberi petunjuk bukan dengan petunjuku, kamu mengenal
mereka dan kamu mengingkari mereka”
Apakah solusinya dari keadaan
ini?
Jawabannya adalah obati
penyakit (البِدَعُ)
dengan (السُنَّةُ).
Maksudnya adalah hendaknya setiap kita
menetapi sunnah Nabi dan memberi petunjuk dengan petunjuk Nabi r.
Kedua, (حُصُوْنُهَا
مُهَدَّدَةٌ مِنَ الدَّاخِلِ) artinya: Benteng – benteng kaum muslimin
terancam dari dalam tubuh kaum muslimin.
Dalilnya adalah redaksi :
قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَ
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَمَ : نَعَمْ ! دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ خَهَنَّمَ مَنْ
أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوْهُ فِيْهَا
“Rasulullah r bersabda : Ya!
Para juru dakwah (da’i – da’i) diatas pintu – pintu neraka jahannam, siapa saja
yang menyambut seruannya maka niscaya melemparkannya ke dalam api neraka
jahannam”.
Apakah solusi diatas sebab
yang kedua ini?
Jawabannya adalah setiap kita
wajib waspada terhadap setiap seruan yang akan mengantarkan kita kepada neraka
jahannam. Oleh karena itu kenalilah jalan – jalan menuju surga dan jalan –
jalan menuju neraka dengan senantiasa mengikhlaskan diri kita di dalam menuntut
ilmu syar’i.
Ketiga,(سَنَوَاتٌ
خُدَّاعَاتٌ) artinya: Tahun – tahun
yang penuh tipudaya.
Dalilnya adalah hadits riwayat
Imam Muslin dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman dari Rasulullah r beliau bersabda :
وَسَيَقُوْمُ فِيْهِمْ
رِجَالٌ قُلُوْبُ الشَّيَا طِيْنِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ
“Di tengah – tengah mereka akan datang orang
– orang yang berhati setan dalam wujud manusia”.
Lalu dalam keterangan lain :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَى اللَّه عَلَيْهِ وَ سَلَمَ :
سَيَأْتِى سَنَوَاتٌ خُدَّاعَاتٌ يُصَدَّقُ فِيْهِنَّ الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ
فِيْهِنَّ الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ الْأَمِيْنُ وَيَنْطِقُ
فِيْهَا الرُّوَيْبِضَةُ. فَقِيْلَ : وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ ؟ قَالَ : الرَّجُلُ
التَّافِهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu ia
berkata : Rasulullah r telah bersabda : Akan datang tahun – tahun
yang penuh tipudaya pendusta dibenarkan, orang jujur didustakan, penghianat
dianggap amanat dan orang yang amanat dianggap khianat serta pada waktu itu
orang – orang Ruwaibidhoh bicaranya dianggap. Lalu ditanya : siapakah
Ruwaibidhoh itu? Rasul r menjawab : orang yang kurang dan sedikit
ilmu syar’inya banyak berbicara urusan kemashlahatan orang awam”. (Hadits
shohih lighairihi riwayat Ibnu Majah, Ahmad, Al Hakim dan Khoroiti).
Apa solusi menghadapi keadaan
seperti ini?
Jawabannya adalah kita harus
mengetahui hakikat kebenaran dan ahlinya. Kita harus mengetahui hakekat ilmu
dan ulama. Kita harus mengukur diri terhadap diri kita sendiri, insya Allah
selamat!
( Oleh :
Ahmad Thonarih al-Atsary )
وصــلى الله عـلى نبيّنا
محمّد و عـلى أله وصحبه وســلّم، وأخر دعوانا أنّ الحمد لله ربّ العالمين!